Bulan Ramadhan telah tiba. Bagi para parents yang menjalankan puasa, mengajarkan anak berpuasa selalu jadi tantangan menarik. Bagi sebagian parents lebih suka menggunakan iming-iming. Hadiah menarik buat anak apabila mau berpuasa. Misal, “kalau Adik bisa puasa sampai siang, Mama belikan mainan A.” atau “kalau Adik bisa puasa sampai maghribMama belikan mainan B.”

            Biasanya, cara itu sangat efektif. Hasil yang didapat langsung instan terlihat. Namun, perlu diperhatikan dampak dari pemberian reward tersebut. Sifatnya jangka pendek dan menjadikan anak mau melakukan sesuatu atas dasar motivasi eksternal. Bukan dari kesadaran diri sendiri.

            Ada juga sebagian parents yang menggunakan pendekatan punishment. Dampaknya, anak akan menjalankan apa yang diinginkan parents, tapi berdasar atas takut akan hukuman (ancaman). Dan bukan atas kesadaran diri. Daripada menggunakan punishment, lebih baik parents mengajarkan tentang konsekuensi kepada anak. Dengan cara membuat kesepakatan bersama antara anak dan parents.           

           Lalu, bagaimana pendekatan yang efektif? Menguatkan motivasi internal paling efektif. Menjelaskan mengapa kita perlu berpuasa. Memberitahu manfaat berpuasa, nikmatnya, dan akibat orang tidak berpuasa, akan menjadi dasar kuat anak melakukan puasa. Bila anak mau belajar berpuasa, berilah apresiasi dengan pujian efektif. Memuji kegiatan positifnya bukan orangnya. Dan dukung terus agar anak semangat untuk berpuasa.

            Jadi, mari kita ubah pendekatan reward ke apresiasi. Dan penerapan punishment kita geser ke memberikan konsekuensi. Selamat berpuasa bagi yang menjalankan. (DBLAcademy)